Jakarta (Antara) -- Hasil riset terbaru dari dua lembaga riset kesehatan asal Inggris, Royal College of Physicians dan Public Health England, menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape 95 persen lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
Riset ini hadir mengingat semakin tingginya keprihatinan masyarakat terhadap konsumsi rokok konvensional. Tercatat, lebih dari satu miliar orang di dunia merokok dan menghabiskan sekitar USD 700 miliar per tahun. Dengan tingginya jumlah perokok maka potensi jatuhnya korban yang diakibatkan rokok tentunya akan semakin banyak apabila tidak ada perubahan dalam tren konsumsi rokok.
Meskipun demikian, seperti yang dilansir Financial Times, tidak sedikit perokok berupaya untuk beralih ke alternatif yang lebih aman dari rokok tembakau. Salah satu solusinya adalah vape. Sayangnya, banyak negara yang belum mengembangkan peraturan untuk mengakomodir produk alternatif tembakau ini, sehingga para perokok sulit untuk mengakses vape.
Salah satu negara pelopor penggunaan vape, Inggris, telah menerapkan peraturan kesehatan yang mengakomodir penggunaan vape. Data terbaru Ernst & Young menunjukan, terdapat pergeseran konsumen rokok konvensional ke vape sebesar 4,2 persen atau lebih dari dua juta orang pada 2013.
"Meskipun tidak mungkin untuk memperkirakan risiko kesehatan jangka panjang terhadap vape secara tepat, data yang tersedia menunjukkan bahwa senyawa berbahaya yang terkandung dalam vape tidak melebihi lima persen dari rokok biasa, dan bahkan dapat lebih rendah dari nilai tersebut," ujar Public Health England.
Terkait kekhawatiran bahwa penggunaan vape dapat memicu perokok pasif menjadi aktif telah dibantah oleh hasil riset Universitas Victoria (Kanaada). Riset tersebut menyatakan bahwa jumlah pengguna rokok konvensional menurun karena pengguna vape meningkat.
TEMPO.CO, Jakarta - Mengisap vape atau rokok elektrik kini tengah menjadi tren di kalangan masyarakat urban di Indonesia. Pada awalnya, rokok dimaksudkan sebagai alternatif bagi orang yang ingin berhenti merokok karena dianggap memiliki risiko jauh lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Benarkah demikian?
Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP Indonesia) melakukan penelitian terkait dengan Kajian Keamanan dan Risiko Rokok Elektrik di Indonesia. Penelitian kualitatif dilakukan terhadap sembilan jenis cairan atau e-liquid yang digunakan untuk rokok elektrik.
Adapun penelitian dilakukan oleh Ketua YPKP Indonesia Achmad Syawqie bersama tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Salah satu tim peneliti dan dosen dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Amaliya, mengatakan rokok elektrik kini tengah menjadi tren dan alternatif baru untuk penanggulangan ketergantungan rokok.
“Rotrik (rokok elektrik) dinilai lebih aman karena menggunakan e-liquid dengan kandungan yang tidak berbahaya dan lebih rendah risikonya dibanding rokok konvensional,” kata Amaliya dalam diskusi bersama YPKP Indonesia di Jakarta. Pada rokok elektrik ditemukan kandungan UP Propylene Glycol, USP Glycerin Natural/Vegetable dan pemanis buatan. Namun itu bukanlah zat berbahaya dan aman dikonsumsi manusia.
“Adapun kemungkinan bahaya yang ditimbulkan hanya saat zat-zat tersebut terdegradasi menjadi zat lain. Namun hal itu hanya didapati pada lima jenis cairan rokok elektrik setelah dipanaskan pada suhu tinggi,” ujar Amaliya.
Melalui kajian tersebut, YPKP Indonesia akan terus mengedukasi perokok aktif hingga komunitas rokok elektrik bahwa pemakaian rokok elektrik bisa menjadi alternatif bagi kecanduan rokok dengan risiko yang lebih rendah. “Namun rokok elektrik hanya disarankan bagi perokok yang ingin berhenti dari kecanduan. Tidak disarankan bagi mereka yang belum pernah merokok,” tutur Amaliya.
Melalui kajian tersebut, YPKP Indonesia akan terus mengedukasi perokok aktif hingga komunitas rokok elektrik bahwa pemakaian rokok elektrik bisa menjadi alternatif bagi kecanduan rokok dengan risiko yang lebih rendah. “Namun rokok elektrik hanya disarankan bagi perokok yang ingin berhenti dari kecanduan. Tidak disarankan bagi mereka yang belum pernah merokok,” tutur Amaliya.

0 komentar:
Posting Komentar